Demi apa lidah berkata, demi apa hati bertanya.. demi cinta jangan tak setia, demi masa janji dikota... Perjalanan yang singkat menemukan titik permulaan di sudut hati yang tidak pernah terbuka, perjalanan yang hampir jatuh disebalik arus ketenangan yang dirasa cukup untuk ditelan, namun terserlah hanya andaian si pendeta seorang yg tidak berteman... langkah yang terhenti membuka seribu persimpangan yang menanti... dan demi takdir yang telah ditulis hanya Dia yang mengetahui...
Di kala saat bulan mencerahkan daratan, langit memainkan bunyian, maka lantas lautan memantulkan keinginan... dan hampir pasti dapat menerangi pencinta malam yang dulu hanya bermimpi, kerana bintang yang sering menghiasi sepenjuru alam selalu berjanji... dan setiap kata renungan sumpah dan sehati, lantas diambil cerita sejarahnya tulus ke lubuk sanubari..
Detik pertemuan menjanjikan keakraban, tetapi tidak mengisahkan keutuhan... namun ikatan yang tidak dilihat selalu mentafsir keyakinan... kerana Dia telah memberi harapan dengan doa dan kesungguhan... mengapa perlu berkata dusta sedangkan lidah menghunus tajam mengelak derita.. mengapa perlu melontar madu sedangkan bunga telah disiram akarnya... tetapi si pendeta tetap menulis bermatakan hati berlidahkan kemaafan... menanti petunjuk mengharapkan pedoman...
Hari demi hari dinanti bertanyakan hasrat kecil, hanya tertanya di manakah kaki ini berdiri... adakah mampu menuai saat membuah, adakah kelu manisnya sehingga tak lerluah... senyuman hampir menunggu pasti, jelingan khuatir dibalas janji... kata2 ini ikhlas diberi tanpa dibalasi, menangis tersenyum dulu yang hanya menyepi... riak wajah langkah tersusun sendiri, memberi ilham si pendeta merawat diri...
Dia adalah sekalung penyejuk amarah diri, dia adalah separuh jiwa yang dulu lemah kini berdiri, dia adalah kata-kata yang penuh janji, dan dia adalah lunas-lunas yang mengotakan apa yang telah dihajati... tatkala hampir jatuh lemas di dalam air mata sendiri, namun lautan di dalamnya ada yang menasihati, memberi nafas untuk direnangi, sehingga kaki melutut sambil menginsafi...dan kepadaNya juga yang selalu memaafi...
Di kala saat bulan mencerahkan daratan, langit memainkan bunyian, maka lantas lautan memantulkan keinginan... dan hampir pasti dapat menerangi pencinta malam yang dulu hanya bermimpi, kerana bintang yang sering menghiasi sepenjuru alam selalu berjanji... dan setiap kata renungan sumpah dan sehati, lantas diambil cerita sejarahnya tulus ke lubuk sanubari..
Detik pertemuan menjanjikan keakraban, tetapi tidak mengisahkan keutuhan... namun ikatan yang tidak dilihat selalu mentafsir keyakinan... kerana Dia telah memberi harapan dengan doa dan kesungguhan... mengapa perlu berkata dusta sedangkan lidah menghunus tajam mengelak derita.. mengapa perlu melontar madu sedangkan bunga telah disiram akarnya... tetapi si pendeta tetap menulis bermatakan hati berlidahkan kemaafan... menanti petunjuk mengharapkan pedoman...
Hari demi hari dinanti bertanyakan hasrat kecil, hanya tertanya di manakah kaki ini berdiri... adakah mampu menuai saat membuah, adakah kelu manisnya sehingga tak lerluah... senyuman hampir menunggu pasti, jelingan khuatir dibalas janji... kata2 ini ikhlas diberi tanpa dibalasi, menangis tersenyum dulu yang hanya menyepi... riak wajah langkah tersusun sendiri, memberi ilham si pendeta merawat diri...
Dia adalah sekalung penyejuk amarah diri, dia adalah separuh jiwa yang dulu lemah kini berdiri, dia adalah kata-kata yang penuh janji, dan dia adalah lunas-lunas yang mengotakan apa yang telah dihajati... tatkala hampir jatuh lemas di dalam air mata sendiri, namun lautan di dalamnya ada yang menasihati, memberi nafas untuk direnangi, sehingga kaki melutut sambil menginsafi...dan kepadaNya juga yang selalu memaafi...
No comments:
Post a Comment